Aku masih belum mengerti mengapa kamu membenci ku. Hei dik, tatapan tidak suka kamu saat aku menjengukmu terlihat jelas. Bahkan aku dan "sebut saja G" bahkan aku dan G bermaksud baik untuk mendatangi kostanmu. Walaupun kami berdua sibuk tapi kami masih berkemauan menjengukmu.
Jujur rasanya perih saat kamu bilang kamu tidak mengingatku. Apa? Kita hanya tidak bertemu 7 tahun tapi kamu bilang begitu. Tidak mengingatku? Kamu yakin? Atau kamu hanya berpura pura?
Saat aku melewati daerah jalan Setiabudi november kemarin, aku teringat kamu. Rumah itu selalu aku khawatirkan, takut aku tidak sadar bahwa aku telah melewati batas.
Selama aku kuliah di bandung, aku pernah berfikir akankah kita diberikan kesempatan bertemu secara tidak sengaja dik. Saat aku memasuki semester akhir aku tau kamu mengambil kampus universitas yg sama denganku. Saat aku mendengar kabar itu aku menantikan saat kita bisa bertegur sapa dengan senyum rindu.
Jantungku berdegup, senyumku mereda hatiku teriris saat kamu bahkan tidak mau berbicara satu kata pun saat aku dan G ingin berbincang tentang keadaanmu. Aku salah apa dik? Bagaimana aku mengetahui kesalahanku kalau kamu terus bertampang masam. Terakhir kali kita bertemu di peringatan kematian orang yg sama sama kita cintai.
Saat tuhan mengizinkan kita bertemu agar bisa bersilahturahmi kembali tapi kamu malah menyia-nyiakannya. Aku pulang dengan tertawa keras bahkan G pun terheran melihat tingkahku sedangkan G sendiri sudah bermuka merah karena malu diperlakukan seperti "orang salah alamat". Aku tertawa bukan karena bahagia tapi tertawa sedih karena merelakan hatiku harus terluka lagi karena rinduku tidak berarti untukmu.
No comments:
Post a Comment